Senin, 19 Desember 2011

Catatan Juri

Dalam setiap penjurian lomba komikstrip saya selalu menambahkan satu pertimbangan yakni "Possibility To Grow". Hakekat komik sebagai media komunikasi adalah menemukan pembacanya, semakin luas komikstrip itu dapat menjangkau pembaca, maka semakin berhasilah misi komikus dalam menyampaikan konsep/ gagasannya. Disamping aspek-aspek standar penjurian seperti artistik, kesesuaian tema, orisinalitas (ide) dll. Ini pulalah yang membuat pilihan saya jatuh pada karya 3 peserta yang selain memenuhi syarat dari aspek umum penjurian, juga sangat berpotensi untuk dikembangkan.

Juara III
"Kyai Slamet" (Bagus Wahyu Ramadhan)
Komikus adalah pengamat yang jeli, dan Bagus telah melakukan itu dengan baik. Julukan Kyai bagi hewan dan benda seperti Gong, keris yang dianggap "sakral" atau memiliki kekuatan tertentu adalah tradisi yang masih lestari di tanah Jawa dan menjadi keunikan budaya Indonesia. Tradisi ini berbenturan dengan generasi baru yang tumbuh besar di luar kalangan tradisi, sehingga cara perkenalan generasi baru ini terhadap tradisi adalah hal yang menarik untuk diungkapkan. Ini hal yang bisa terjadi pada siapa saja, bahkan pada anak-anak muda yang besar di Jawa, bahkan di Solo. Sayang, saya tidak dibuat terpana oleh visualnya yang bagi saya terlalu kaku. Space/ jarak antara baris panel atas dan bawah terlalu lebar, balon dialog terlalu besar, bahkan pada panel 3 (yang menghalangi hidung kerbau) dan panel 4 yang tepat menempel di perut tokoh yang berbaju putih sangat sangat mengganggu. Dan akhirnya, klimaks pada ending cerita (panel terakhir) peletakan caption yang berwarna kuning yang disatukan dengan kerumunan orang berburu kotoran Kyai Slamet, menjadikannya antiklimaks.

Juara II

"Sampai Titik Kursi Penghabisan" (K Arsyad)
Sebagai komikstrip ini sudah layak diapresiasi (go publish). Detail, angle, storytelling sudah sangat memenuhi syarat. Sangat percaya diri tampil dengan grayscale (dugaan saya manual) yang justru membuatnya menjadi stand out diantara peserta lain. Tema yang diajukanpun sangat tegas menyasar budaya hormat, sopan satun, tepa selira yang telah keropos di jaman sekarang. Ini sebuah cara terbalik dalam menyampaikan keunikan budaya di Indonesia, yakni sikap warga dan pejabat publik yang memperlihatkan ketidak pedulian sosial dan cenderung individual, padahal tradisi budaya Indonesia di manapun sangat bersifat prososial (community base). Satu hal yang membuat saya surut adalah pada adegan terakhir di mana para penumpang justru menunjukan sebuah sikap yang seragam, yakni tersenyum. Hal ini bagi saya antiklimaks, ekspresi yang ditunjukkan pada sebuah adegan dalam komik akan sangat mencerminkan gagasan komik tersebut, dalam komik ini apa yang sedang digagas? apakah kritik dari Sang Ibu yang sedang menggendong anak itu adalah hal yang lumrah? bahkan Ibu tua di sebelahnya tidak menunjukkan sikap apapun selain kalimat sugestif sebelumnya. Jika saja, pada panel terakhir ini ada salah satu warga/ penumpang yang menunjukkan ekspresi muka sebal, bahkan marah, maka konsep/ gagasan komik ini akan lebih tajam dan mengena. Tidak berlalu menjadi biasa saja.

Juara I
"Where Is Indonesia" (L Laste Atmaji)
Meskipun komik ini memiliki kecenderungan seperti poster, namun saya merasa segala aspek yang melekat pada komikstrip ada di komik ini. Simple dan tegas menyasar pada persoalan. Memang inilah salah satu keunikan Indonesia yang tersebar menjadi beberapa kawasan beserta keragaman suku dan budaya yang sekaligus menjadi resiko mispersepsi yang harus diterima bangsa ini. Kritik ini akhirnya menyasar pada semua elemen bangsa yang intgeritas "persatuannya" sedang dipertanyakan kembali, jadi komik ini bukan hanya menembak kinerja pemangku kepentingan yang bertugas memajukan pariwisata atas nama Indonesia, seperti pertanyaan perlukah wisatawan asing itu tahu "Di mana Indonesia?" tidak cukupkah jika mereka sekedar datang langsung ke Bali misalnya, tokh devisa nya masuk ke pemerintah daerah dan juga pusat? secara ekonomi sudah menguntungkan bukan? Masalahnya adalah, saya sepakat dengan komik ini. Kita butuh sebuah strategi budaya untuk memperkenalkan bukan hanya "Di mana" tapi "Apa Itu Indonesia?" Keberhasilan komik ini adalah: Berhasil membawa saya dan saya harap juga anda, mau berfikir sejauh ini. Barangkali kita bisa menambahkan dengan kalimat "Where Is The Indonesia Within You?"

Selamat bagi para pemenang, saya mengucapkan apresiasi yang mendalam, Bagi yang tidak terpilih saya kira ini bukan akhir dari segalanya. Percayalah jika setiap komik itu akn menemukan pembacanya, jadi tetaplah berkarya karena akan selalu ada yang membaca dan mengapresiasi karya anda.

Jakarta, 20 Desember 2011
Beng Rahadian 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar